3 Penemuan ini akan Membentuk Masa Depan Kedokteran

Bentuk warna-warni, sebagian besar persegi panjang, disusun secara berurutan dan berdampingan (© NHGRI/AP Images)
Jurnal Science melaporkan pada 2022 bahwa para ilmuwan telah mengumpulkan cetak biru genetik lengkap untuk kehidupan manusia, menambahkan potongan-potongan yang hilang ke teka-teki gambar yang sudah hampir selesai dua dasawarsa lalu. Gambar ini menunjukkan hasil pengurutan DNA. (© NHGRI/AP Images)

Bioteknologi — salah satu bidang ilmiah yang paling cepat berkembang — menggunakan alat dari biologi, kimia, komputasi, teknik, dan matematika untuk memajukan penelitian yang diperkirakan bisa menghasilkan penemuan medis yang menjanjikan.

Produk dan solusi bioteknologi menghasilkan pendapatan sekitar 1 triliun dolar Amerika di seluruh dunia pada 2021, naik 34% dari lima tahun lalu, menurut Global Biotechnology Innovation Scorecard 2021, yang menilai Amerika Serikat sebagai pemimpin dalam terobosan sejenis ini.

“Amerika Serikat jelas telah menjadi pemimpin dalam bioteknologi selama bertahun-tahun dan terus memperluas bidang ini,” kata Natalie Betz, Direktur Akademik University of Wisconsin—Madison School of Medicine.

Dalam rekayasa genetika, yang merupakan dasar bioteknologi, ilmuwan mengatur gen di dalam sel hidup untuk mengubah sifatnya dan mengembangkan produk-produk baru. (Gen terdiri atas DNA, yang merupakan molekul yang memberikan instruksi untuk fungsi sel.)

Pada 1988, AS menetapkan dasar-dasar rekayasa genetika modern ketika Kongres mendanai pembuatan Proyek Genom Manusia, sebuah kolaborasi internasional untuk memetakan dan mengurutkan genom manusia. (Genom adalah semacam instruksi manual berisi cara membangun organisme hidup.) Sebagian besar peta diselesaikan pada 2003, memicu ribuan penemuan medis — mulai dari perawatan kanker hingga perbaikan penyakit keturunan hingga revitalisasi organ. Pada bulan Maret, tim ilmiah yang dipimpin oleh Amerika menyelesaikan peta genom manusia.

Berikut adalah tiga penemuan terbaru para ilmuwan Amerika yang memajukan bioteknologi:

Dua perempuan tersenyum dan berpose untuk difoto (© Peter Barreras/Invision/AP Images)
Emmanuelle Charpentier, kiri, dan Jennifer Doudna di NASA Ames Research Center, California (© Peter Barreras/Invision/AP Images)

Teknologi pengeditan gen: Banyak ilmuwan AS – termasuk Jennifer Doudna, ahli biokimia di University of California, Berkeley, dan Emmanuelle Charpentier, ahli biokimia dan direktur Unit Max Planck untuk Ilmu Patogen — mengerjakan teknik untuk “mengedit” gen yang disebut CRISPR (bagian dari DNA prokariota yang mengandung urutan dasar pendek dan berulang). Teknik ini memungkinkan ilmuwan mengubah dan mengaktifkan dan menonaktifkan instruksi herediter dalam sel. Penemuan ini memiliki dampak luas pada pengobatan. Ini digunakan untuk mengobati penyakit yang sebelumnya tidak dapat disembuhkan, seperti anemia sel sabit, dan untuk mengembangkan alat diagnostik medis baru, seperti optogenetika, yang memungkinkan peneliti melihat cara kerja otak lebih dalam. Pada 2020, Doudna dan Charpentier memenangkan Hadiah Nobel untuk CRISPR yang merupakan karya mereka bersama.

Biologi sintetis: J. Craig Venter, seorang ahli bioteknologi dan peneliti utama pada Proyek Genom Manusia, menciptakan bakteri sintetis pertama. Genom bakteri sintetis disusun di laboratorium, alih-alih dilahirkan atau berevolusi dari bakteri hidup lain. Mengikuti jejak Venter, dua ilmuwan lain, Bill Banyai dan Bill Peck, memadukan keahlian mereka dalam manufaktur semikonduktor dan pengurutan genom untuk memproduksi gen sintetis. Perusahaan mereka, Twist Bioscience, menyediakan gen sintetis bagi berbagai perusahaan untuk mendukung litbang bioteknologi (termasuk penciptaan produk baru seperti antibiotik generasi mendatang yang tidak dapat dikelabui oleh bakteri) dan untuk mendukung para ilmuwan membangun organisme sintetis.

Pengobatan regeneratif: Dengan pemahaman para ilmuwan tentang genom manusia dan cara memproduksi organisme di laboratorium, semakin banyak peneliti yang bekerja untuk membangun jaringan manusia untuk menggantikan bagian-bagian tubuh. Pada bulan Juni, 3DBio Therapeutics, sebuah perusahaan pengobatan regeneratif yang berbasis di Kota New York, mengumumkan bahwa mereka telah membuat telinga baru untuk seorang perempuan muda yang terlahir tanpa telinga yang berkembang utuh. Perusahaan tersebut menggunakan sel perempuan muda itu sendiri untuk membuat telinga dengan teknologi pencetakan 3D dan kemudian dipasangkan di bawah lipatan kulit letak telinga seharusnya berada. Karena implan ini menggunakan sel-sel inang, maka risiko tubuh menolak telinga baru itu menjadi lebih rendah. Implan ini dianggap sebagai keberhasilan aplikasi medis pertama dari teknologi pencetakan jaringan dan kemajuan besar di bidang rekayasa jaringan.

Artikel ini ditulis oleh penulis lepas Bara Vaida.