
Akankah Jaws tetap menimbulkan ketakutan tanpa suara-suara mencekam yang mendadakan akan ada serangan? Akankah Encanto membuat para penontonnya jatuh hati tanpa lagu “We Don’t Talk About Bruno”? Dan akankah bukit-bukit “menjadi hidup” tanpa The Sound of Music?
Frinny Lee paham bahwa musik menentukan berhasil tidaknya suatu film atau video. Terlatih sebagai komponis dan rekayasawan, Lee mendirikan perusahaan A.V. Mapping, yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk membantu para produser menemukan musik dan suara untuk film mereka dengan cepat.

Teknologi AI perusahaan tersebut mencocokkan berbagai elemen esensial dalam film—plot, aksi, dialog, dan emosi—dengan klip musik dari sebuah basis data internasional berukuran besar. Jika membuat musik orisinal membutuhkan waktu mingguan atau bulanan, “pemetaan musik” hanya butuh sekitar delapan detik.
Perusahaan Lee juga menangani urusan lisensi, sehingga memudahkan para pembuat film dalam menyelesaikan tugas yang seharusnya menguras waktu, dalam sebuah industri yang, jika melewatkan musim perilisan yang popular, dapat mengakibatkan kekacauan keuangan.
Lee mengembangkan A.V. Mapping dengan dukungan dari Akademi untuk Wirausaha Perempuan (Academy for Women Entrepreneurs atau AWE) di Taiwan. AWE adalah program pertukaran yang didanai pemerintah dan memberi para wirausaha perempuan pengetahuan, jaringan, serta akses untuk meluncurkan dan membesarkan badan usaha yang sukses. Diluncurkan pada 2019, AWE telah membantu lebih dari 16.000 perempuan di 80 negara untuk meluncurkan atau mengembangkan badan usahanya, termasuk hampir 200 perempuan di Taiwan.
Melalui AWE, Lee mengasah kemampuan pemasarannya dan membuat jaringan pertemanan dengan para wirausaha perempuan lainnya yang menumbuhkan rasa percaya diri yang membantunya menghadapi tantangan di depan mata. Seperti kebanyakan perusahaan rintisan, pada awalnya A.V. Mapping menghadapi masalah keuangan.
Sebagian investor meragukan bahwa seorang perempuan mampu mewujudkan target usaha yang ambisius, kata Lee. Tetapi komunitas AWE-nya yang terdiri dari para wirausaha perempuan membantu Lee tetap berpikir positif dan tidak menyerah. “Yang terpenting adalah komunitas. Sebagai pendiri dan pemimpin perempuan, kami harus berbagi opini dan nasihat untuk saling mendukung satu sama lain,” terang Lee.
Dia menambahkan bahwa banyak wirausaha perempuan yang melakukan tugas ganda, yakni mengurus anak atau anggota keluarga yang berusia lanjut, sembari menjalankan badan usaha yang berhasil. Hal ini dapat menimbulkan stres yang amat besar.

Algoritme inovatif milik A.V. Mapping pada akhirnya membuahkan pengakuan bagi Lee dan perusahaannya. Badan usahanya memperoleh penghargaan “Terbaik dari yang Terbaik” (Best of the Best) dalam ajang Red Dot Design Award pada 2020 dan kompetisi regional She Loves Tech untuk wilayah Hong Kong, Taiwan, dan Makau.
Kompetisi pitching dalam bahasa Inggris dari AWE, #SheMeansBusiness, memberi Lee penghargaan “Potensi Terbaik” (Best Potential) di antara perusahaan-perusahaan rintisan yang dipimpin oleh AWE. Kompetisi yang diselenggarakan oleh American Institute in Taiwan, Meta-Facebook, serta sejumlah pihak lainnya ini adalah bagian dari kerja sama antara pemerintah dan swasta yang menyalurkan kepakaran dari badan usaha AS untuk membantu para wirausaha perempuan di Taiwan dalam menjangkau pasar global.
Lee mengatakan bahwa sejumlah penghargaan ini telah membuat perusahaannya diakui baik oleh konsumen maupun investor, hingga membantunya memperoleh bantuan keuangan untuk perusahaannya.
“Raih kesempatan dan nikmati prosesnya. Coba lakukan apa pun yang kalian mau,” nasihat Lee kepada para peserta AWE saat ini.
Artikel ini ditulis oleh penulis lepas Emily Zhu.