Demokrasi yang kuat mendukung pers yang bebas, yaitu pers yang menyebarkan informasi kepada masyarakat, menyuarakan beragam pendapat, dan mendesak pertanggungjawaban pemimpin. Ada begitu banyak berita di sekitar kita, baik di internet, televisi, radio, koran, sehingga kadang kita lupa peran penting wartawan. Di Amerika Serikat, pers sering disebut sebagai cabang kekuasaan keempat. Meski secara resmi hanya ada tiga cabang –eksekutif, legislatif, dan yudikatif – sebutan ini menggarisbawahi peran media dalam memonitori kerja pemerintah dan dapat menuntut tanggung jawab mereka.
Salah satu peran utama pers adalah menyebarkan informasi: membantu warga negara memahami proses dalam pemerintah, yang kadang rumit, dan membuat masyarakat paham akan bagaimana keputusan yang diambil di tingkat teratas bisa memengaruhi mereka.
Pers juga memungkinkan masyarakat mengekspresikan dan mendengar pendapat dari berbagai pihak, bukan hanya yang berkuasa. Laporan berisi opini pemimpin oposisi dan tajuk rencana yang mengkritik kegiatan pemerintah memperlihatkan lebih dari satu sudut pandang. Pemimpin yang berkomitmen terhadap demokrasi mungkin tidak suka jika kebijakan mereka ditentang secara publik, tapi mereka memastikan bahwa pers berhak untuk melakukannya.
.@JohnKerry: #WPFD2016 is a time to reiterate our determination to push back against enemies of truth. #FreethePress pic.twitter.com/yPQE7BsGG1
— U.S. State Dept | Democracy, Human Rights, & Labor (@StateDRL) May 3, 2016
Pers juga berperan penting dalam mengawasi, bahkan kadang membongkar, praktik korupsi. Pers bisa membeberkan kepada publik ketika pejabat mengingkari janji-janji mereka saat pemilihan karena mereka berada di luar pemerintahan. Ketika Menteri Luar Negeri John Kerry berbicara kepada Washington Post di awal tahun ini, ia mengatakan bahwa Washington Post membuktikan bahwa, “tidak ada satu orang pun yang berada di atas hukum, bahkan seorang presiden Amerika Serikat pun.” Washington Post membantu membongkar skandal Watergate pada masa pemerintahan Presiden Richard Nixon di tahun 1970-an.
Ketika wartawan diancam, diserang, disensor, atau dipenjara, itu merupakan serangan langsung terhadap kebebasan berekspresi masyarakat. Setiap tahun, HumanRights.gov menyoroti wartawan-wartawan yang dihukum dengan kampanye “Free the Press.”
Demokrasi yang kuat mendukung pers yang bebas. Pemerintah yang menentang pers membuat pers menyensor hasil karya mereka karena rasa takut, alih-alih menciptakan iklim yang memungkinkan perbincangan yang “bebas, marak, dan terbuka” mengenai isu-isu publik, seperti yang dikatakan Hakim Agung William Brennan.