Bagaimana jika komputer dapat mendiagnosis jenis kanker tertentu menggunakan kecerdasan buatan hanya dalam beberapa menit?
Penelitian baru-baru ini yang dilakukan oleh tim ahli bedah saraf di Universitas Michigan menjabarkan bagaimana teknologi AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan berhasil digunakan untuk mendiagnosis tumor otak dalam operasi — saat pasien masih berada di meja operasi.
“AI sangat berharga di ruang operasi,” ujar dr. Daniel Orringer, salah satu ahli bedah saraf yang turut menulis penelitian ini. “Seringkali perbedaan antara jaringan yang mengandung tumor dan jaringan yang bebas dari tumor tidak mungkin dilakukan dengan mata telanjang dan bahkan dapat menjadi tantangan pada skala mikroskopis.”
Excited to share our vision for how optics and #ArtificialIntelligence can be leveraged to provide safer, more effective surgical care for #Cancer and #braintumor patients! @NSTumorSection @NIH @nyulangone @AANSNeuro @neurosurgery https://t.co/hlC8z4tfMn pic.twitter.com/9Slwn0FfqT
— Daniel Orringer (@DanOrringerMD) January 6, 2020
Setelah operasi, biasanya ahli patologi membutuhkan sekitar 30 menit untuk mempelajari hasil biopsi di bawah mikroskop dan memberikan diagnosis. Pada saat itu, pasien dijahit dan dikembalikan ke ruang pemulihan untuk menunggu hasilnya.
Dengan AI, hasil didapatkan dalam rata-rata dua setengah menit. Ini memungkinkan ahli bedah untuk memahami kondisi medis pasien secara lengkap dan menentukan perawatan terbaik selagi mereka masih berada di ruang operasi.
Orringer menjelaskan bahwa tumor yang berbeda ditangani dengan cara yang berbeda – beberapa di antaranya paling baik ditangani dengan pembedahan, sementara yang lain menunjukkan respons terbaik terhadap kemoterapi dan radiasi.
“Mampu mencocokkan tumor dengan penanganan yang tepat sangat penting untuk perawatan pasien,” ujarnya.
Selain itu, AI dan ahli patologi manusia mencatat jumlah diagnosis sukses yang kurang lebih sama dari 278 pasien dalam penelitian. Dengan hanya menggunakan AI, tingkat diagnosis kanker adalah 94,6 persen, sedangkan ahli patologis mencetak nilai 93,9 persen.
“Kami sangat optimis tentang kekuatan AI dalam diagnosis tumor,” Orringer menyimpulkan. “Diagnosis yang lebih baik berarti perawatan yang lebih baik. Perawatan yang lebih baik membuka kemungkinan untuk pengobatan kanker yang lebih efektif. “